2008-10-09

Film Laskar Pelangi

Akhirnya kesampaian juga nonton Laskar Pelangi. Film yang kata orang2 bagus. Penasaran juga pengen membuktikan. Meskipun nontonnya rame-rame sama sepupu2, tapi waktu filmnya diputar, serasa tidak punya waktu untuk ngobrol atau comment. Semua terpaku menatap layar (kecuali memberi keterangan sana-sini khusus untuk Tita, yang kayaknya lumayan belum mengerti jalan ceritanya).

Diawali dengan visualisasi Belitong kala itu yang makmur karena PN Timah, cerita mengalir ke gedung (jangan dibayangkan bangunan yang berdiri megah dari tembok dan jendela kaca) SD Muhammadiyah Gantong dan murid-murid barunya. Dan seterusnya-seterusnya (lihat sinopsis lengkapnya di website Laskar Pelangi the Movie).

Saya tidak akan menceritakan isi ceritanya, karena saya rasa semua orang pasti sudah tahu. Disini saya hanya membandingkan bagaimana visualisasi Riri Riza terhadap tulisan Andrea Hirata. Anggap saja tulisan tentang kesan-kesan setelah nonton film Laskar Pelangi oleh Dina.

Di film, visualisasi novel tersebut begitu menyentuh. Kita bisa lihat bagaimana semangat para tokohnya untuk meninggikan dunia pendidikan diatas segalanya. Meskipun kendala merintang disana-sini, tapi maju terus pantang mundur. Kecuali Tuhan berkehendak lain.

Tapi ada beberapa hal yang ternyata di film tidak dengan jelas disebutkan kenapa demikian. Misalnya, kenapa Mahar mengatakan kalau kalung dari biji aren yang dipakai untuk karnaval merupakan senjata rahasia, siapa Tuk Bayan Tula, siapa lelaki yang membantu Lintang waktu buaya tidak segera menepi kala dia harus bergegas ke Lomba Cerdas Cermat, dan beberapa pertanyaan lain. Dengan catatan, pertanyaan ini akan muncul bila kita telah membaca novel sebelumnya.

Memang tidak mungkin detil yang ada di novel bisa tampil semua di film. Perbedaan versi dari keduanya juga tidak menjadikan salah satunya lebih baik atau lebih buruk dari lainnya. Sama-sama enak dinikmati. Meskipun sebenarnya menurut saya, versi film lebih menyentuh dibandingkan novelnya. Mungkin karena efek visual memang lebih kuat dibandingkan dengan tulisan.

Yang pasti, saya lebih bisa mengeluarkan air mata saat menonton film dibandingkan saat membaca novel. Air mata bangga saat anak-anak bisa tampil di karnaval, sedih saat Pak Harfan meninggalkan sekolah yang telah diperjuangkannya untuk selama-lamanya, dan senang saat Ikal bisa ke Paris seperti gambar yang ada di kotak kaleng pemberian Aling diwaktu dia kecil.

Apalagi ditimpali musik yang dinamis dan pas banget dengan suasananya. Film ini benar-benar enak dinikmati semua orang. Terlebih lagi bila Anda adalah orang-orang dari dunia pendidikan. Semangat pantang menyerah pantas ditiru dan diterapkan. Memerdekakan orang-orang kurang mampu dari buta huruf dan buta pengetahuan.

Ada beberapa hal yang bisa dipetik (yang berkali-kali saya katakan ke anak-anak untuk benar-benar dicamkan), yaitu:
1. Semangat pantang menyerah untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya.
2. Pendidikan disesuaikan dengan kemampuan dan minat masing-masing individu.
3. Bersyukur atas segala yang kita miliki saat ini, karena masih banyak orang yang tidak berada pada posisi nyaman seperti yang kita rasakan.
4. Berani bertindak sesuai dengan hati nurani.

Mau nonton Laskar Pelangi

Ide nonton film Laskar Pelangi sebenarnya muncul begitu aja. Pertama karena film ini lumayan ringan ditonton anak-anak. Kedua karena diputarnya pas liburan lebaran. Awalnya pengen nonton pas minggu terakhir puasa bareng tante Mita (adek bungsunya suami) yang kerja di Meulaboh, Aceh. Mumpung dia sudah pulang ke Surabaya dan aku sudah libur.

Rencana nontonnya hari Senin, yang bayarnya hemat. Kebetulan hari Minggu, aku dan anak-anak nemenin Yang Ti Menanggal ke Hypermart CITO. Sementara Yang Ti belanja sama tante Mita, aku dan anak-anak lihat jadual di Cinema 21. Sepanjang lorong ke arah Cinema, Arya ngeliatin poster filem yang dipasang berderet-deret di tembok. Eh itu Hellboy 2! itu Aming! Wah itu sapa lagi, Ma? Teriaknya girang. Adeknya yang belum bisa baca, ikut ajah apa kata kakaknya.

Begitu masuk dan lihat jadual, Arya langsung menghapalkan tiga angka, 1 3 9. Ya aku apal, katanya, nanti aku yang bilang ke tante Mita. Okei, aku mengiyakan.

Setelah ketemu tantenya, dia langsung nyeplos, seratus tiga puluh sembilan. Tantenya 'tolah-toleh' bingung.
Apanya yang seratus tiga puluh sembilan? tanya Mita.
Jam mainnya, jawab Arya.
Kok gitu? Mita masih juga belum ngerti.
Artinya maen pilemnya jam satu, jam tiga, dan jam 9 malem, jelasku.
Oalah ... metode mengingat ala Arya.

2008-06-10

Wanita Bekerja, Kenapa Tidak?

Saya punya banyak keinginan. Salah satunya memberdayakan perempuan. Saya ingin melihat para perempuan tidak hanya sekedar bisa mengurus rumah tangga dan anak, tetapi juga bisa membantu menambah pendapatan keluarga. Minimal dia bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, misalnya untuk kosmetik dan pakaian. Atau bahkan sekedar bisa membelikan anak-anak sesuatu saat mereka meminta. Paling tidak, tidak akan ada kata, “Duitnya ntar tunggu Ayah.”

Bekerja dalam hal ini adalah mendapatkan upah dari apa yang dikerjakannya. Kalau pendapatan dari suami sih namanya napkah eh nafkah. Beda sekali kan Ibu-Ibu!! Kaaannn ….

Nah, bekerja ada banyak macamnya. Tidak harus berada di luar rumah, dari dalam rumahpun bisa. Banyak contohnya kok, antara lain yang pinter masak bisa bikin catering, yang pinter njahit bisa terima jahitan, yang pinter design bisa jadi designer, yang pinter jualan bisa jadi pedagang, atau ikut MLM juga boleh, de el el.

Modalnya hanya kemauan dan kemampuan. Seperti kata bijak klise, dimana ada kemauan disitu ada jalan. It’s true! Kemauan adalah modal pertama. Kemampuan adalah modal berikutnya. Sekadar mau tapi tidak mampu, rasanya kurang klop. Sekedar mampu tapi tidak mau, juga tidak pas. Kedua hal tersebut adalah hal mutlak yang harus dipunyai.

Modal lain yang sebaiknya dimiliki antara lain adalah kreatifitas, network, tentu saja dana. Tapi modal-modal ini hanyalah penunjang. Walaupun kita merasa diri kita kreatif, punya networking luas, dan dana bejibun, tapi tanpa kemauan dan kemampuan apalah artinya.

So… tunggu apalagi. Let’s go girl! Berdayakan dirimu sendiri. Bercita-citalah menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang. Manfaatkan potensi diri kita untuk kesejahteraan orang banyak. Bukankah keberkahan juga yang akan kita dapat? Insya Allah. Amin.

2008-02-15

Kemropok

Kemropok disini jangan dikonotasikan negatif dulu ... karena saya kemropok selak kepingin keluar kerja gara-gara baca bukunya pak Faif Yusuf. Lha bagaimana tidak ... perjuangan para pengusaha yang ditulis di bukunya Rahasia Jadi Enterpreneur Muda benar-benar jatuh bangun. Tidak hanya dilihat bagaimana mereka sekarang, tapi juga diceritakan bagaimana suka duka mereka awalnya membangun bisnis yang sekarang sudah dijalani. Tips-tipsnya mampu membuat saya jadi ... iih ... pengen cepet-cepet menerapkan.

Sebenarnya lampu hijau dari suami sudah ada ... pokoknya kalau keluar kerja fokus di pendidikan anak adalah prioritas usaha. Dan saya pasang target tahun ajaran baru sudah harus ada di rumah.

Tapi rencana njalanin bisnis sendiri juga harus benar-benar terealisasi. Kalau sekarang masih boleh mindik-mindik, kalau jadi keluar beneran dari TDB alias kerja kantoran maka bisnis itu harus mulai jalan ... kalau bisa Insya Allah ... tambah wus wus wus ...

Saya menghela napas panjang sambil mengucap Bismillah ... akan saya tunjukkan kalau saya mampu melakukan semua itu. Amin ...

2008-01-16

Jaga Image Itu Penting (Ternyata!)

Sekedar sharing, tadi siang saya beli gado-gado yg lewat di dpn kantor. Sambil nunggu pesenan diracikin, eh dia cerita gini.

'Mbak, saya abis dapat pesenan banyak ... sekitar 100 porsi' katanya
'Wah ya Alhamdulillah, pak' kata saya
'Tapi orangnya minta satu porsi dibagi dua' katanya sambil nunjuk ke piring pesenan saya.
'Ya saya bilang ke masnya (yg pesen 100 porsi itu) pikir2 dulu' lanjutnya
'Kan lumayan pak, 100 porsi loh' pancing saya
'Tapi saya yg gak enak. Nanti orang akan bilang apa kalo satu bungkus isinya sedikit. Saya bisa dibilang pelit. Mentang2 harga bahan naik. Jangan2 abis nerima pesenan itu orang2 kalo ngeliat saya langsung bilang gini ... jangan beli di orang itu porsinya dikiit banget. Lha kan pelanggan saya pada lari, mbak'

Saya manggut2. Emang kalo ngeliat gado2 yg sudah jadi di piring saya, kalo dibagi dua masih lumayan buat perut perempuan ... kadang saya memang belinya dikurangin inih ituh biar muat diperut. Kalo full satu porsi bisa2 gak abis (tapi siang ini saya emang lagi kelaparan jadi minta 1 porsi normal).

'Lantas dilepas aja pesenan yg banyak itu? Gak nyesel?' saya pancing lagi.
'Nggak mbak. Rejeki orang kan ada aja. Yg penting pandangan orang gak jelek sama saya, biar gak dikira pelit'

Ternyata orang sesederhana dia tidak asal terima order. Dia masih melihat sisi baik dan buruknya. Dia masih memikirkan image (=pandangan) orang terhadap produk dan dirinya.

Kalau dia terima, memang rejekinya bertambah, tapi image orang akan barang dagangannya akan jelek. Kalau dia tidak terima, image orang akan tetap terjaga, meskipun rejeki itu tidak akan didapatnya (kali ini).

Ahh, ternyata saya memang masih harus banyak belajar supaya pintar. Jaga image itu penting sekali, supaya pelanggan tidak lari, dan calon pelanggan akan datang menghampiri.