2007-09-17

Sehat Itu Memang Mahal

Suatu hari sekitar satu setengah bulan yg lalu, rasanya ada yg gak beres dengan anggota badan ini. Kok ada sengkring-sengkring di dada kiri. Munculnya setiap saat. Dan tidak bisa ditandai setiap ada kejadian apa rasa sengkring itu muncul.

Iseng-iseng aku 'SADARI' (periksa payudara sendiri). Mengingat pengalaman dari Ibu yg pernah ada benjolan (dan sudah diambil) semasa aku kecil. Ternyata ...

Ada benjolan di payudara kiri !!

Aku sempat tidak percaya dengan hasil SADARI. Setelah aku ulangi beberapa kali dengan waktu yg berbeda-beda, benjolan itu tetap ada. Tetap bercokol disana tanpa ada kemauan untuk berpindah atau bahkan menghilang. Kanker !! Langsung aku berpikir kesana. Pikiran buruk bakal menjalani operasi, kemoterapi, dll, bahkan berumur pendek, berkecamuk di kepala. Tetapi setiap kali aku ingat anak-anak positive thinking itu kembali membara. Aku tidak boleh nyerah hanya karena benjolan kecil itu. Mereka masih butuh Ibu, dan suami membutuhkan aku untuk membesarkan anak-anak.

Kemudian aku bergegas mencari informasi dari berbagai sumber (terutama internet), harus kemana dan harus melakukan apa. Dan saat aku bilang ke suami, dia hanya berkata pendek, ayo ke dokter.

Langsung aku konsul ke dokter keluarga, disarankan ke dr. Ario Djatmiko di RS Onkologi Surabaya. Lha kok ndilalah jadual praktik dokternya padat, jadi baru bisa minggu depannya ketemu dr. AD (begitu beliau biasa dipanggil di RSOS). Tapi karena beliau adalah dokter senior yg sudah pernah menangani Akung, meskipun lama aku masih tetap bersedia menunggu. Dengan bersabar, Insyallah akan membuahkan hasil yg baik.

Setelah ketemu dr. AD dan harus menjalani sejumlah proses pemeriksaan, mulai dari periksa darah, ECG, mammografi, foto Thorax, dan biopsi, aku disuruh menentukan jadual operasi sendiri. Tanpa pikir panjang dan nyaris tanpa beban, aku langsung minta minggu depan. Pokoknya aku sembuh, pikirku saat itu.

Sejauh ini suami mendukung aja. Dia memang manusia yg merasa tdk perlu banyak bicara (meskipun kadang cerewetnya minta ampun, terutama urusan anak-anak). Terima kasih, Pak ... Meskipun sebenarnya, dia bingung mikir biayanya dari mana. Pihak RSOS sudah memberikan estimasi sekian juta rupiah. Expect for the best but prepare for the worst. Jadi sebenarnya biaya yg harus disiapkan juga yg paling mahal bukan yg paling murah.

Esoknya kami sama-sama montang-manting ngusahain biaya operasi. Mulai dari ngurus askes blue dari kantorku yg ternyata tidak berlaku utk dokter spesialis (hanya bisa dipakai di RSUD Dr. Soetomo untuk dokter non-spesialis), nelponin beberapa rumah sakit di Surabaya utk nyari alternatif tempat operasi, dll. Pokoknya sebelum operasi rasanya sudah capek duluan wira-wiri.

Akhirnya karena semua usaha sudah mentok ... ya tetep operasi balik lagi di RSOS dengan estimasi biaya semula. Dan alhamdulillah ada pihak yg bersedia memberi pinjaman lunak (maksudnya pengembalian bisa kapan-kapan). Yah ... semoga operasinya memakan biaya terkecil dengan hasil terbaik. Prepare for the cheapest but expecting for the best.

***

Menuju hari H aku minta dukungan doa dari Ibu-Bapak, Mama-Bapak, dan semua orang yg aku kenal ... (paling-paling ya temen2 kantor).

Tibalah hari H. Setelah menitipkan anak2 ke Eyangnya, berangkatlah aku ke RSOS. Sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan mengenai bagaimana operasi nantinya atau apa yang akan terjadi nanti. Semua kami serahkan ke Allah SWT. Pokoknya tetap berdoa ... Amin.

Pukul 7 aku sampai di RSOS. Saat bagian cleaning masih nyapu dan ngepel, aku sudah duduk manis di depan ruang operasi. AC-nya dingiiiin sekali. Ada tiga kelompok (entah keluarga pasien ato bukan) penunggu. Semuanya diam. Ada yang baca koran, nonton tivi yg menyiarkan berita pagi, ada yg duduk dengan kepala menunduk. Ya Allah, beri hamba kekuatan menghadapi semua ini. Tetapi saya bersyukur sekali, saat itu kondisi saya sedang stabil dan tenang. Karena saya memang sudah pasrah.

Begitu nama saya dipanggil langsung disuruh masuk ruang persiapan/pemulihan. Diberi ganti baju rumah sakit yg kiwir-kiwir. Brrr ... tambah dingin buukk....

Perkiraan operasinya makan waktu satu jam. Sementara saya tiduran di ruang persiapan, terdengar ada pasien yg baru selesai menjalani operasi. Tepat di bed seberang. Semua perawat sibuk mengurus dia dan saya sibuk berdoa.
Setelah beberapa saat, saya dibimbing perawat masuk ke ruang operasi. Ohh ini to yg namanya ruang operasi. Simple banget ... gak ada alat macem2. Cuma ada meja operasi (bukan tempat tidur) yg lebarnya setubuh manusia normal. Ada bantalan tempat kepala, tempat tangan untuk disuntik bius di kiri dan kanan meja, dan lampu besar tepat diatas kepalaku. Begitu tidur ditempat itu, dr. AD datang dan sempat bicara sebentar dengan aku. Jawabanku cuman amin dan ya. Tidak ada yg lain.

Begitu suntikan bius masuk lewat tangan kanan, gak inget lagi pada hitungan keberapa aku tertidur. Pokoknya langsung gak inget aja.

Sayup-sayup aku mendengar namaku dipanggil-panggil ... Bu Dina, bangun bu ... Bu Dina ... operasinya sudah selesai ... Antara sadar dan tidak ... aku sempat minta bantal kepala.

Entah berapa jam kemudian ... aku masih merasa sulit membuka mata. Beraaat banget. Aku harus bangun .. harus !!!

Begitu bisa buka mata, suster manggil suami. Gimana, tanyanya. Ngantuk, jawabku. Setelah short conversation, aku ditawari suster makan. Wah ... wong masih lemes gini ditawari makan, ya masih males. Pengennya merem mulu. Mungkin karena ada catatan aku punya sakit maag makanya ditawari terus biar lambungku gak sakit. Kan abis puasa 8 jam lebih.

Karena masih di ruang pemulihan, yg njenguk harus gantian dan harus pake baju rumah sakit. Giliran Mama yg masuk, aku sudah belajar duduk. Ngobrol sebentar, aku coba minum air putih. Alhamdulillah seger. Trus aku coba makan. Eh ada teh manis hangatnya. Ditemeni Mama aku minum teh hangat itu pake sedotan ... Eh lha dalah ... lha kok trus mual gak karu-karuan ... yah ... maap Ma, Mama harus keluar ruangan gara-gara aku muntah (*ops sorry). Efek bius ... Tidur lagi deh setelah minum obat anti mual ...

Kira-kira setengah tiga aku baru enakan dan bisa makan. Trus dipindah ke kamar di lantai 2. Wih rumkitnya enak asri tapi sepi ... ya sapa juga yg mau sakit dan bobok di rumkit. Teman sekamarku 2 orang. Satunya masih anak SMA kelas 3 dan satunya lagi ibu yg harus diamputasi payudaranya karena benjolannya sudah 5 cm.

Sambil tiduran di kasur aku hanya mengucap alhamdulillah berkali-kali. Kata suamiku, menurut dokter benjolannya gak ganas, jadi gak perlu kuatir. Alhamdulillah. Ternyata aku masih diberi kesempatan melanjutkan hidup untuk saat ini. Setelah sebelumnya punya bayangan yg nggak2 tentang kanker payudara dan proses penyembuhannya.

Makanya, jangan abaikan kesehatan Anda. Siapapun Anda, berapapun usia Anda, jangan pernah meremehkan apapun yang menyangkut kesehatan. Bila perlu lakukan mammografi atau papsmear secara teratur, supaya terpantau.

2007-09-06

Tita Sekolah !!!

Setelah dibuat kalang kabut cari sekolah kakaknya, sekarang giliran adeknya. Sejak tahun ajaran baru, dia belum sekolah. Padahal dia sudah antusias banget. Melalui berbagai pertimbangan dan pemikiran serta diskusi alot antara mama dan bapak ( ... decision maker-nya bener-bener puyeng ...) akhirnya dipilihlah TK Dharma Wanita Persatuan Kel. Magersari, yang notabene dekat dengan rumah Eyang. Kalau dulu rencananya Yayak yang disekolahkan deket Eyang, sekarang malah justru kebalikannya.

Dan ... tet teret tet tet ... mulailah Tita masuk sekolah pada tgl. 6 Agustus lalu. Karena masuknya belakangan, jadi seragamnya harus nunggu seminggu lagi. Terpaksa saya harus milihi baju yang pantas untuk ke sekolah lengkap dengan kaus kaki dan aksesorisnya.

***

Baru dua hari sekolah, sepatu lamanya sudah jebol bagian depan. Kacian kau nak ... Hari ketiga terpaksa pake sepatu sandal (yang juga sudah mulai minta ganti ... kacian lagi ...). Jadi mau tidak mau harus nodong bapaknya buat mbeliin sepatu baru.

Ya hari ketiga itu, malemnya begitu nyampe rumah langsung oyak-oyak anak-anak buat ganti baju pergi. Dan langsung meluncur ke Ramayana. Setelah lihat sana sini, muter sana sini, (dan sempat kena amukan maut si mas yang minta mainan ... karena dia tahu hanya di Ramayana Sidoarjo yang punya bagian penjualan item-item, including mainan 5 s/d 30 ribuan - harga standar mainan yang boleh dibeli oleh anak-anak bp. Wisnu), akhirnya dicobalah satu sepatu warna krem. E lha dalah ... ternyata si ade suka dan gak mau nglepas. Padahal masih kegedean.